Tuesday, October 04, 2011

Kenangan kami tentang Bapak Suparmo

Senang melihat banyaknya teman2 bapak semasa beliau masih bekerja yang sayang sama dia...
banyak sekali email, sms dan juga telepon yang memberi simpati, salam, dan juga cerita2 manis saat mereka masih bekerja bersama.
ini surat yang dikirimkan ani kepada milis teman2nya bapak. Sebagai jawaban atas semua atensi yang dikirimkan mereka.....

From: Tiara Rany
Subject: Kenangan kami tentang Bapak Soeparmo...
Untuk Oom/Tante Milist Owner, mohon bantuan untuk diposting.

Dear Oom dan Tante,...
Alhamdulillah 40 hari lebih sudah kami lewati tanpa Bapak.
Syukur kepada pemilik hidup bahwa insya Allah Bapak kembali kepadanya dengan segala kemudahan. Syukur bahwa kami yang ditinggalkan masih diberi kesabaran, keyakinan dan kekuatan untuk melewati saat-saat ini....

Walau sadar semua sudah digariskan sesuai rencana-Nya dan keikhlasan kami diperlukan untuk memudahkannya menghadap Illahi Robbi, rasa kehilangan itu tetap ada...

Kami memang tidak pintar menghadapi kematian, ini pengalaman pertama...karenanya, membaca tanda pun tak bisa....walau sudah pernah membaca tentang "tanda2 sejak daun kehidupan lepas dari pohonnya"...

Bapak juga tidak menunjukkan kesakitan sama sekali. Setelah dokter menyatakan Bapak terkena stroke pun, tidak tampak perubahan di mukanya. Bapak masih menanggapi ketika diminta menggerakkan kaki dan tangan....artinya kesadarannya masih penuh. Itu juga yang disampaikan dokter. Membuat asa di hati kami makin yakin Bapak akan sembuh.
Bapak masuk ICU bukan karena kondisinya kritis, tetapi karena berdekatan dengan jadwal cuci darah.

Di akhir-akhir usianya, Bapak sangat terkesan sampai menangis dengan perhatian dari teman-temannya. Syukur di malam terakhir hidupnya, kami semua, istri, anak dan menantu masih diberi kesempatan bertemu. Syukur, Peny yang tinggal di luar kota berangkat malam itu juga...Walau akhirnya hanya aku dan Mamah yang harus mendengar langsung pernyataan dokter dan mengambil keputusan melepaskan Bapak.

Sungguh bukan situasi mudah....sejak keluar dari ruang tunggu ICU karena ada panggilan dokter, aku terus memeluk Mamah dan membisikkan untuk ikhlas, apapun yang terjadi.....Disana berada pertama kali di ruang ICU jam 4 dini hari,..melihat Bapak yang sampai jam 1 malam masih stabil, kini tak berdaya dan tiada tanda kehidupan di matanya, dengan 2 perawat disisinya yang masih mengupayakan perubahan....
Mungkin bukan situasi mudah untuk kami, tetapi Insya Allah kemudahan untuk Bapak ketika berhadapan dengan saatnya.

Pengantaran Bapak ke pemakaman pun sungguh sangat dimudahkan. Bapak yang memang banyak bergaul dengan lingkungan, membuat semua orang tergerak membantu segala proses , yang mungkin tidak sempat terpikir oleh kami.

Terimakasih untuk Oom dan Tante yang selalu memberikan perhatian, bantuan baik moril maupun materil, bahkan sampai mengantar ke pemakaman. Terutama untuk Oom Daddy yang selalu memberi dukungan untuk Bapak.

Semoga tali silaturahmi kita tidak pernah terputus.
Regards,
Rany

Mengenang Bapak

Beberapa hari yang lalu, Bapak ulang tahun
harusnya usianya akan 66 tahun di tanggal 23 September itu,
tapi, Tuhan berkehendak lain, 14 May lalu beliau dipanggil oleh yang kuasa.



Hari itu-- 23 September pagi,
entah kenapa gue tiba2 teringat kalau hari ini adalah hari ulang tahunnya bapak,
ngga biasa2nya keingetan. Terutama karena di keluarga kami, Ulang tahun bukanlah hal yang dirayakan khusus. Paling2 kalo inget, ya kasih kado atau selamat, kalau engga, ya ngga papa...


Dan entah kenapa, pagi itu, gue tiba2 kangeeen banget sama dia. Kangen cela2an, kangen ditelpon dengan suara yang bikin panik, padahal cuman mau minta beliin susu doang, dan kangen ketawanya bapak..

Dan tiba2 ingatan melayang ke beberapa bulan sebelumnya, saat menjelang Bapak dipanggil...


Rabu - 11 May 2011
Setiap Rabu pagi, gue pasti bakalan berangkat kantor lebih pagi. Tugas gue adalah anter bokap ke tempat hemodialisa di Pati Unus. seperti biasanya bokap duduk dibelakang, sementara nyokap disamping. Bokap kayaknya lagi ngga enak badan, karena dia diem aja, ngga ikutan ngobrol, sementara gue da nyokap, ngobrol ngalor ngidul.


Pas turun dari mobil entah kenapa, gue iseng nengokin bokap yang baru aja turun dari mobil, dan sambil iseng gue teriak " daaaah bapaaaaak...". Bapak kaget, dan bengong sebentar, tapi sekejap kemudian, matanya yang sedari tadi kelihatan ngantuk, berbinar. Dan dia menjawab " Daaah Rinaaaa" sambil tersenyum.


Sorenya ketika gue jemput Rangga dirumah, mamah cerita kalau bapak seneng dipanggil tadi pagi. Gue sempet ngerasa terharu, bahkan cuman iseng gitu aja bisa bikin bapak seneng.



Jumat -14 May sore
Gue udah mau turun ke lift pulang ketika sms dari Ani masuk : Mbak Ina buruan ke RSPP, bapak jatuh, masuk RS..

Ketika gue datang kesana, bokap udah ada di meja pasien UGD. Kelihatannya sadar, tapi gue ngga yakin kalau dia masih ngenalin gue. Ketika kita panggil, dia bangun, tapi ngga menunjukkan tanda bahwa dia inget, siapa aja yang ada di sampingnya.
Malam itu kita sempat di RS, sampai bapak masuk ke ICU. Dokter menyatakan bapak stroke, stabil, namun ada pendarahan di otak yang harus di operasi. Setelah itu gue dan Peny pulang sekitar jam 9 an. Niatnya mau gantian sama Ani dan mamah yang nungguin bapak malam itu.
Malam itu, sebelum pulang, ada beberapa saat gue ditinggal berdua doang sama bapak. Anterin dia ke CT Scan, dan nungguin di ruangan. Entah kenapa malam itu, perasaan gue terbelah antara yakin bahwa bapak akan sembuh dan stabil (masuk ICU juga karena mau hemodialisa paginya, bukan karena gawat) tapi disisi lain, entah kenapa gue ngerasa bahwa bapak akan pergi kali ini.
Ini bukan kali pertama bapak masuk rumahsakit. Mungkin sudah ke 5 atau 6 kalinya, dan bahkan beberapa kali dia sempat diantar saudara karena kesakitan parah dimalam hari. Tapi dia selalu sembuh, kembali pulang kerumah, dan kembali tertawa2 lagi. Jadi ada sedikit harapan di hati gue, yang ngerasa bahwa ini juga akan sama seperti lalu-lalu. Bapak akan sembuh, dan pulang lagi, mungkin lebih sehat,


Tapi entah kenapa malam itu, rasanya beda. Walaupun bapak ngga terlihat seperti orang yang kesakitan, dia juga ngga kelihatan mengerti. Walaupun sadar, tapi entah ada dimana.
Dan malam itu, entah apa alasannya, gue memutuskan untuk mengambil foto tangan gue memegang tangan bapak. Mungkin hanya iseng. Entahlah. Tapi foto ini rasanya sering gue lihat sebagai kenang2an.


Keesokan paginya, jam 4 an, Ani telpon, dan bilang bapak kritis. Gue langsung terbirit2 ke RS bareng Peny. Dan kita sampai tepat pada saat bapak telah dinyatakan meninggal. Gue dateng saat mbak2 perawat sedang mencopoti selang2 yang melingkari badan bapak.

Bapak kelihatan kurus, mukanya seperti tidur. Rasanya ngga percaya kalau, walaupun gue teriak2 ditelinganya dia ngga akan bangun. Aneh rasanya.
Keluar dari ruang ICU, mamah lagi bengong di depan pintu. Ani memeluk mamah. Dan mamah sambil bengong bilang " Kalian udah ngga punya bapak lagi...."

----

Sampai pengurusan biaya, surat menyurat administrasi dan lainnya, gue masih berasa melayang dan semuanya ngga nyata. Kelihatannya Ani dan Peny juga masih belum sadar sepenuhnya. Gue baru bener bener bener sadar, adalah ketika di kamar jenazah. Menjemput bapak yang sudah dipakaikan kain kafan.

Saat itulah, gue berasa bener2 lemes....sadar bahwa ini beneran....
Dan saat itulah baru akhirnya gue mulai meneteskan air mata.....

(to be continued)